Selasa, 11 November 2008

Seberapa-terpurukkah-akhlak-bangsa-kita

judul di atas tampaknya cukup untuk mengawali tulisan saya kali ini. Seberapa terpurukkan akhlak bangsa kita? Pertanyaan itu akhir-akhir ini berkecamuk di pikiran saya. Saya tak habis pikir kenapa ini terjadi.

Seberapa terpurukkah akhlak bangsa kita? Hingga DPR pun berkeras menelurkan sebuah UU baru. UU baru yang akhir-akhir ini menimbulkan pro dan kontra. Saya khawatir bila pro-kontra ini tidak selesai bisa terjadi perang saudara. Satu hal yang sama-sama tak kita harapkan.

RUU Anti Pornografi seperti namanya memang dibuat untuk menghalau serbuan pornografi dan berbagai hal berbau pornografi di samping itu juga terselip niat mulia untuk menyelamatkan akhlak bangsa Indonesia yang kian terpuruk. Seberapa terpuruk? Tak ada ukuran yang jelas.

RUU ini sebenarnya telah diajukan oleh pemerintah kira-kira setahun yang lalu. Namun saat itu RUU yang masih bernama RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi ( RUU APP) ini pembahasannya seret karena ternyata terjadi konflik di masayarakat soal RUU APP itu. Waktu itu muncul konflik di antara masyarakat mengenai definisi pornoaksi dan definisi pornografi serta batasan kedua perilaku tersebut. Akhirnya DPR pun mengalah dan menghentikan pembahasan RUU itu dan meminta pemerintah untuk merevisi draft RUU itu.

Berbagai perubahan pun dilakukan. Sampai akhirnya RUU itu berganti nama menjadi RUU Anti Pornografi. Perbedaan yang paling mencolok ada pada jumlah pasalnya. Bila RUU APP memuat 93 pasal, RUU AP “hanya” memuat 44 pasal. Masyarakat pun mulai bergolak saat RUU itu kembali dibahas DPR. Mereka beranggapan RUU itu akan menggoyang persatuan dan kesatuan bangsa atau dengan kata lain RUU itu akan memecah belah bangsa Indonesia. Konflik itu pun menjalar hingga ke anggota DPR yang membahas RUU itu. Perpecahan pendapat terjadi di sana.

Sementara DPR ribut di Senayan sana, masyarakat mulai berlomba-lomba menyatakan pendapat. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada pula yang mempersoalkan beberapa ketentuan dalam RUU itu yang dinilai sebagai pasal karet karena samar, tidak jelas dan rawan penyelewengan. Timbul pula kekhawatiran bahwa RUU itu akan menghancurkan tradisi dan adat istiadat yang telah bertahun-tahun hidup dalam masyarakat Indonesia.

Saya tidak bisa meramalkan akhir dari konflik ini. Hanya saja saya melihat bahwa DPR mulai berhati-hati membahas RUU ini. Satu gerakan yang salah dari DPR akan membuat rakyat bereaksi. Sebetulnya perlukah RUU ini disahkan atau dibuat? Menurut saya tidak perlu karena negara kita sejak lama telah memiliki mekanisme sendiri untuk membendung serangan pornografi. Kalau ingin menyelamatkan akhlak masyarakat sudah ada lembaga-lembaga keagamaan yang siap memberi bimbingan akhlak. Bila RUU ini disahkan dikhawatirkan terjadi perpecahan di masyarakat dan terjadi penerapan hukum yang kacau. Saya membayangkan bila nantinya RUU ini disahkan berarti saya tidak boleh lagi berlenggang menggunakan kaos singlet dan celana pendek karena ada aturan dalam RUU itu yang melarang memakai pakaian yang memmpertontonkan kemaluan. Seberapa terpurukkah akhlak bangsa kita?????

Tidak ada komentar: