Minggu, 31 Oktober 2010

QIRADH DAN HIWALAH

QIRADH
1. Pengertian Qiradh
            Dalam pengertian asal kata Qiradh sama dengan al-Qith'u  yang berarti cabang atau potongan
            Sedangkan menurut syara'
Yang dimaksud dengan Qiradh adalah harta yang diberikan seorang pemberi Qiradh kepada orang yang diQiradhkan untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu.[1]
Penyerahan harta kepada orang yang akan mengambil manfaatnya, untuk kemudian dikembalikan lagi. Sebagai contoh, seseorang yang membutuhkan mengatakan kepada orang yang memang sah untuk melakukan kebaikan (memberi pinjaman): "pinjamilah aku atau berilah aku pinjaman harta sejumlah demikian, atau barang atau binatang untuk jangka waktu tertentu. Aku akan mengembalikannya kepadamu.[2]
Penulis berpendapat bahwa Qiradh adalah bentuk pinjaman yang diberikan oleh orang yang mampu kepada orang yang akan mengambil manfa'atnya dalam rangka meringankan beban orang tersebut untuk kemudian akan dikembalikan oleh sipeminjam setelah ia mempunyai kesanggupan untuk membayar

2. Dasar Hukum Qiradh
            Pihak yang meminjami mempunyai pahala Sunat, sedangkan dilihat dari pihak yang peminjam maka hukumnya, boleh.

a.Firman Allah SWT:
ƨB #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟Òãsù ¼çms9 ÿ¼ã&s!ur ֍ô_r& ÒOƒÌx. ÇÊÊÈ  
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak. (AL-Hadid:11)
b. Nabi saw. Bersabda:
ومن نفس عن اخيه كربة من كرب الدنيانفس الله عنه كربة من كرب يوم القيمة
       Barang siapa yang memudahkan kesulitan dunia saudaranya, maka Allah akan memudahkan kesulitan yang dihadapinya pada hari kiamat. (HR. Muslim)[3].

c. dari Ibnu Mas'ud, bahwa nabi saw bersabda:
مامن مسلم يقرض مسلما قرضامرتين الا كا ن كصدقة مرة
Tidak seorang muslim yang mengQiradhkan hartanya kepada orang muslim sebanyak dua kali, kecuali perbuatannya seperti sedekah satu kali. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

d. Dari Anas, bahwa nabi saw bersabda:
رايت ليلة اسري بي عل باب الخنة مكتوبا:الصدقة بعشرامثا لهاوالقؤض بثمانية عشر.فقلت:ياخبريل,ما بال القؤض افضل من الصدقة؟قال:لأ ن السائل يسأل وعنده., والمستقرض لايستقرض إلامن حخة
"Pada malam diisra'kan aku melihat tulisan di pintu surga, tertulis: 'sedekah mendapat balasan sepuluh kali lipat dan Qiradh mendapat balasan delapan balasan kali lipat'. Aku katakan: ' mengapa Qiradh itu dapat lebih afdhal daripada sedekah'? Jibril menjawab: 'karena (biasanya) orang yang meminta waktu ia (sedekah) ia sendiri punya, sedangkan orang yang minta diQiradhkan ia tidak akan minta diQiradhkan kecuali ia butuh.[4]

3. Syarat-Syarat Qiradh
Syarat-syarat terlaksananya Qiradh, yaitu:
  1. Kadar pinjaman itu harus diketahui dengan timbangan atau bilangan
  2. Jika barang pinjaman itu berupa binatang, maka harus diketahui sifat dan umurnya
  3. Pinjaman itu hendaknya dari orang yang memang sah memberikan pinjaman

4. Cara Pelaksanaan Qiradh
Dalam pinjaman, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,[5] yaitu:
  1. Pinjaman harus dimilikki melalui penerimaan (Ijab Qabul), sehingga ketika pihak peminjam menerima pinjamannya, maka ia menjadi penanggung jawab
  2. Pinjaman boleh ditentukan batas waktunya dan pihak yang meminjami tidak berhak menagih sebelum habis masa perjanjian

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. (al-Baqarah:282)
المسلمون عند شروطهم
"Orang-orang islam itu berada pada syrat-syarat mereka".(HR. Abu Daud, Ahmad, at Tirmizidan Ad Daruquthni)
  1.  Jika barang pinjaman itu masih tetap seperti sewaktu dipinjamkan maka harus dikembalikan dalam keadaan itu. Sedangkan jika berubah pengembaliannya dengan barang yang serupa, kalau tidak ada cukup seharga barang yang dipinjam
HR Ahmad dan Muslim serta Ashhabus sunan dar Rafi', berkata: "rasulullah saw pernah meminjam unta muda kepada seseorang. Kemudian datanglah unta zakat. Kemudian beliau memrintahkanku agar membayar piutang orang tersebut yang diambil dari unta sedekah itu. Lalu katakanlah: aku tidak mendapatkan unta mudah didalamnya kecuali unta pilihan yang sudah berumur enam tahun masuk ketujuh'." Lalu nabi saw bersabda:
اعطه إياه فان خيركم احسنكم قضاء
            Berikanlah kepadanya sesunggunya orang yang paling baik diantaramu adalah orang yang palingbaik membayar hutang.[6]
  1. Bila pengangkutan uang (barang) untuk pembayaran uang itu tidak terjamin keamanannya., maka pombayaran boleh dilaksanakkan diluar ketentuan semula, sesuai dengan kehendak yang meminjamkan.
  2. Pihak yang meminjamkan diharamkan mengambil riba dalam pinjaman tersebut.

B. HIWALAH
1. Pengertian Hiwalah
            Secara etimologi Hiwalah bearti pengalihan, pemindahan, perubhan warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak.
secara terminologi hiwalah adalah: Memindahkan hutang dari tanggungan Muhil menjadi tanggungan Muhal alaih( orang yang berhutang lainnya)[7]
sedangkan jumhur ulama mendefinisikan dengan:
Akad yang menghendaki pengalihan utang dari tanggung jawab seseorang kepada tanggungjawab orang yang lainnya[8].
Contoh. Apabila ada hutang pada seseorang, sedangkan orang tersebut mempunyai harta pada orang lain. Lalu ketika orang yang meminjamkan pinjaman menagih, sipeminjam mengatakan" aku  persilahkan tuan mengambil pada siAnu, karena dia mempunya hutang kepada saya sebanyak hutang saya kepada tuan" jika orang yang meeminjamkan rela dengan hal itu maka sipeminjam bebas dari tanggung jawab.
Muhil (sebagai yang berhutang)         
Muhal (orang yang menghutangkan)
Muhal alaih (orang yang melakukan pembayara hutang)


2. Landasan Hukum
            Islam membenarkan Hiwalah dan membolehkannya, karena ai diperlukan.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw bersabda:
مطل الجغني ظلم.وإذااتبع احدكم على مليءفليتبع
"menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman. Dan jika salah seseorang kamu dikutkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutlah"[9]
Mazhab Hanafi membagi Hiwalah kepada beberapa bagian[10], yaitu:
  1. Al-Hiwalah al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang dari pihak pertama kepada pihak kedua.
Contoh: Syarif berpiutang kepada basuki sebesar satu juta rupiah, sedangkan basuki juga berpiutang pada rahman satu juta rupiah. Basuki kemudian memindahkan haknya untuk untuk menagih piutangnya yang terdapat pada rahman, kepada Syarif.
  1.  Al-Hiwalah al-Muthlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pemindahan yang tidak ditegaskan sebagai ganti pembayaran utang pihak pertama kepada pihak keua.
Contoh: Ahmad berutang kepada Burhan sebesar satu juta rupiah. Karena Karna juga berhutang kepada Ahmad sebesar satu rupiah. Ahmad mengalihkan utangnya kepada Karna shingga Karna berkewajiban membayar utang Ahmad kepada Burhan, tanpa menyebutkan bahwa pemindahan utang itu sebagai ganti utang Karna kepada Ahmad

3. Syarat-Syarat Hiwalah
Syarat-syarat yang diperlukan pihak pertama, yaitu:
  1. Cakap melakukan tindakan hukm dalam bentuk akad, yaitu balig dan berakal
  2. Ada pernyataan persetujuan. Jika pihak pertama dipaksa melakukan hiwalah mak hiwalah tidak sah
Syarat-syarat yang diperlukan pihak kedua, yaitu:
  1. Cakap melakukan tindakan hukm dalam bentuk akad, yaitu balig dan berakal sebagaiman pihak pertama
  2. Mazhab Hanafi, sebagian besar Mazhab Malik dan Mazhab Syafi'I mensyaratkan ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak yang pertama dalam melakukan hiwalah.
Syarat-syarat yang diperlukan pihak ketiga, yaitu:
  1. Cakap melakukan tindakan hukm dalam bentuk akad, yaitu balig dan berakal sebagaiman pihak pertama
  2. Ulama hanafi mensyaratkan adanya persetujuan dari pihak ketiga. Sedangkan ketiga Mazhab yang lainnya tidak mensyaratkan hal yang itu
Syarat-syarat utang yang dialihkan
  1. Sama kedua halnya baik jenis maupun kadarnya, penyelesaian tempo waktu, mutu baik dan buruknya
  2. Utang yang berada ditangan peminjam adalah utang yang sudah jelas menjadi tanggung jawab pihak pemberi pinjaman yang hendak memindahkah pinjaman kepadanya.

4. Cara Pelaksanaan Hiwalah
Dalam cara pelaksanaan Hiwalah yang perlu kita perhatikan, antara lain:
a.         Pihak yang membayar utang hendaknya orang yang betul-betul mampu memenuhinya.
b.        Bila dipersilahkan menagih kepada seseorang, namun ternyata orang tersebut jatuh melarat, mati atau pergi jauh maka haknya dikembalikan lagi kepada orang yang memerintahkan untuk menagihnya itu
c.         Jika seseorang menyuruh menagih kepada orang lain, namun orang lain itu menyuruh pula menagih kepada orang lain lagi, maka hiwalah tersebut boleh dilakukan, selama persyaratan dapat dipenuhi dan tidak merugikan pihak yang menagih.

Akibat hukum Hiwalah
            Jka akad Hiwalah terjadi, maka akibat hukum dari akad adalah sebagai berikut[11]:
  1. Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama untuk membayae hutang kepada pihak kedua menjadi terlepas.
  2. Akad Hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang kepada pihak ketiga

Berakhirnya akad hiwalah
Para ulama fiqih mengemukakan bahwa akad Hiwalah akan berakhir apabila[12]:
  1. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad membatalkan akad
  2. Pihak ketiga melunasi utang kepada pihak kedua
  3. Pihak kedua wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan Ahli waris harta pihak kedua.
  4. Pihak kedua mnghibahkan, harta yang merupakan akad Hiwalah kepada pihak ketiga.
  5. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajiban untuk membayar utang dari yang dialihkan














Tidak ada komentar: