Jumat, 07 Januari 2011

Pelatihan Membangkitkan Minat Baca: Sebuah pendekatan alternatif

Anda tidak bisa mengajari sesuatu kepada seseorang,

Anda hanya dapat membantu orang itu

menemukan sesuatu dalam dirinya

(Galileo Gallilei)





Fungsi utama perpustakaan adalah untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat yang dilayaninya (pemustaka). Dengan program-program yang dibuatnya, perpustakaan menjadi pelopor dalam menarik minat masyarakat supaya dekat dengan sumber informasi. Dan pustakawan berperan sebagai agen perubahan untuk menciptakan masyarakat membaca (reading society) sebagai salah satu pilar utama menuju masyarkat belajar (learning society). Walapun kesan yang ada sekarang ini adalah perpustakaan dan pustakawan hanya berperan sebagai pelayan saja bagi kebutuhan informasi masyarakat, sejatinya para pustakawanlah yang mengadakan pelatihan-pelatihan atau berbagai macam program dan juga berinisiatif untuk menulis literatur yang dapat membangkitkan semangat membaca masyarakat, karena ia setiap hari bergulat dengan sumber informasi, di samping itu juga karena pustakawanlah yang paling dekat dengan para pemustaka.

Membangun kebiasaan membaca bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah, tidak hanya cukup dengan membeli buku dan membuat perpustakaan, akan tetapi bukan juga sebuah pekerjaan yang teralalu sulit untuk dilakukan. Pada zaman informasi seperti yang tengah terjadi sekarang ini, menemukan sumber informasi bukanlah pekerjaan yang sulit, akan tetapi ironisnya minat baca masyarakat tetap saja rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya minat baca bukan hanya diakibatkan oleh ketiadaan sumber informasi semata, akan tetapi merupakan kondisi psikologis atau mentalitas seseorang. Untuk itu membangun kebiasaan membaca harus dimulai dari membangun kepribadian individu, dan apabila ingin membangun masyarakat membaca, harus melakukan sebuah upaya yang massif dan simultan dalam membangun kepribadian atau budaya masyarakat menjadi masyarakat yang gemar membaca. Sesungguhnya minat baca dapat diciptakan sebelum perpustakaan itu ada.

Memang, telah banyak beredar buku dan literatur yang membahas tentang minat baca, akan tetapi kalau kita prhatikani ternyata hampir sebagian besar buku-buku tersebut membahas tentang peran orang tua atau guru dalam mengkondisikan anak atau murid, terutama usia Balita sampai sekolah dasar, supaya gemar membaca. Secara teoritis buku-buku tersebut menggunkan pendekatan Pavlovian yang berlandaskan pada teori stimulus-respon serta pengkodisian (conditioning). Termasuk buku Pedoman Minat Baca yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional (2002) juga menggunakan pendekatan ini.

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa timbulnya selera membaca disebabkan oleh adanya koleksi yang beragam dan variatif. Selanjutnya selera membaca ini akan menimbulkan minat baca, yang kalau diulang terus-menerus akan menghasilkan kebiasaan membaca. Dan kebiasaan membaca ini akan menjadi landasan dari pengembangan koleksi. Dari pola seperti di atas dapat terlihat bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara koleksi dengan kebiasaan membaca. Faktor utama untuk menumbuhkan minat baca adalah koleksi. Hampir semua bentuk program dan kegiatan pembinaan minat baca yang ditawarkan oleh Perpustakaan Nasional juga bersifat ”pemaksaan” dengan kegiatan yang diwajibkan atau diharuskan. Di samping itu juga disodorkan kegiatan-kegaitan yang bersifat rangsangan seperti lomba, dll. Pendek kata semua kegiatan itu ”berasal dari luar” diri si peserta didik. Bukan berdasarkan pada proaktivitas yang timbul atas dasar kesadaran ”dari dalam diri” mereka.

Sekali lagi, pola pembinaan minat baca tersebut di atas dilandaskan pada teori determinisme terutama determinisme lingkungan. Secara singkat teori determinisme tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:



Mengapa seseorang tidak memiliki minat baca ? Jawabannya ada tiga macam: 1) karena memang sudah warisan dari orang tua. Mulai dari kakek-nenek memang tidak suka membaca dan itu sudah ada dalam DNA anda sampai hari ini. Sifat ini deteruskan dari generasi ke generasi berikutnya dan anda mewarisinya. Inilah yang disebut dengan determinisme genetis. 2) Anda tidak sedang membaca, karena memang sejak kecil dibesarkan oleh oleh orang tua yang tidak pernah mendekatkan diri anda dengan bacaan. Saya tidak sedang membaca memang tidak diberi teladan oleh orang tua malah orang tua Anda selalu mengatakan bahwa membaca itu perbuatan yang hanya buang waktu saja. Pengasuhan anda, pengalaman masa kanak-kanak anda pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan sususan karakter anda. Itulah sebabnya anda tidak senang membaca.Inilah yang disebut dengan determinisme psikis. 3) Sedangkan determinisme lingkungan pada dasarnya mengatakan bahwa anda tidak senang membaca karena atasan atau bawahan, teman-teman, dan guru atau dosen ada juga tidak senang membaca; di samping itu juga di rumah, di kantor, di sekolah tidak disediakan perpustakaan; serta tidak ada peraturan perusahaan yang mengharuskan anda untuk membaca; situasi ekonomi yang kurang mendukung dan tidak adanya kebijakan nasional tentang minat baca. Seseorang atau sesuatu di lingkungan andalah yang bertanggung jawab atas tidak adanya minat baca pada diri anda.
Ketiga macam determinan di atas dilandasi oleh teori stimulus/respons yang sering kita hubungkan dengan eksperimen Pavlov dengan anjingnya. Gagasan dasarnya adalah bahwa kita dikondisikan untuk berespons dengan cara tertentu terhadap stimulus tertentu (Covey, 1997)

Kekurangan dari pendekatan di atas di antaranya adalah akan mengalami kesulitan bila diterapkan pada usia remaja sampai dewasa, di samping itu juga waktu yang dibutuhkan terlalu lama.

Sampai saat ini penulis belum pernah menemukan buku atau literatur yang membahas tentang metode meningtkan minat baca untuk orang dewasa. Karena tentu saja sangat berbeda cara memperlakukan Balita dengan orang dewasa. Orang dewasa bisanya sudah kebal terhadap lingkungan, dia sudah memiliki sebuah kesadaran diri yang timbul dari dalam untuk melakukan sesuatu.

Untuk melengkapi upaya membangkitkan minat baca ini, saya akan mencoba dengan menggunakan pendekatan lain yaitu yang saya sebut dengan “terapi minat baca”. Istlihan ini mungkin belum ada dalam literatur perpustakaan ataupun literatur pendidikan. Landasan teoritis terapi minat baca ini saya ambil dari konsep pendidikan kritis Paulo Freire, seorang ideolog pendidikan dari Brazil, yang dipadukan dengan konsep membangun Tujuh Kebisaan Manusia Yang Sangat Efektif dari Stephen R. Covey.

Pendekatan ini didasarkan kepada sebuah teori bahwa manusia tidak hanya digerakan oleh stimulus yang sangat mekanistis, akan tetapi manusia adalah merupakan makhluk yang memiliki kehendak bebas. Di antara stimulus dan respons terdapat kekuatan manusia yang besar, yaitu kebebasan untuk memilih.

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa kita sebagai manusia sangat bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Perilkau kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi. Perilaku adalah produk dari pilihan sadar, berdasarkan nilai, dan bukan produk dari kondisi atau berdasarkan perasaan.

Kemampuan untuk menomorduakan impuls sesudah nilai merupakan inti orang yang proaktif. Orang yang reaktif digerakkan oleh perasaan, oleh keadaan, oleh kondisi, oleh lingkungan mereka. Orang yang proaktif digerakan oleh nilai—nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara cermat, diseleksi, dan dihayati.

Untuk membangkitkan dan membangun minat baca tidak hanya harus dilandaskan pada lingkungan atau kondisi, tetapi juga dapat didasarkan pada pilihan yang sadar. Membaca bukan sebuah kewajiban yang datang dari ”luar” dan harus dilakukan dengan terpaksa, akan tetapi sebuah kebutuhan yang timbul dari ”dalam diri” akan dilakukan dengan senang hati.

Tentu saja perasaan itu akan timbul dalam diri seseorang setelah diberikan pemahaman tentang pentingnya membaca untuk peningkatan kualitas hidup seseorang.

Konsep ”terapi minat baca” ini hanya bisa diterapkan untuk orang dewasa. Pembelajaran disampaikan dengan pelatihan selama dua hari dengan menggunakan pendekatan pengajaran orang dewasa (andragogi).

Tidak ada komentar: