Pendamping setia suaminya
Seorang laki-laki lebih cenderung menggunakan akalnya di dalam mengatur urusan keluarga. Adapun seorang Wanita lebih cenderung menggunakan perasaannya di dalam mengatur semua permasalahannya, termasuk mengatur masalah urusan rumah tangga. Wanita yang mencintai suaminya dan yang subur keturunannya, maka itulah Wanita yang didambakan, karena rasa cinta, kasih sayang yang ada pada diri seorang Wanita dalam mengelola rumah tangga adalah salah satu bentuk rahmat yang nantinya akan dapat mengarahkan anak ke jenjang yang lebih baik. Dan adanya anak di suatu rumah itu tidak lain adalah benar-benar sebagai pengobatan hubungan yang mulia yang mengikat antara suami dan Wanita.
Sesungguhnya keberadaan seorang anak pada setiap tahapan dari beberapa tahapan yang dijalani suami Wanita adalah sebagai penguat unsur-unsur yang mengikat di antara keduanya (suami Wanita) dan sebagai pembaharu ikatan yang merajut antara mereka berdua.
Dan setiap kali bertambahnya rasa cinta dan penghormatan di antara mereka berdua, maka hubungan tersebut akan semakin bertambah (kuat) sehingga menjadi pasangan yang sejati.
Sehingga akhirnya sang Wanita menjadi pendamping setia bagi sang suami di dalam mengarungi bahtera kehidupannya yang panjang, dan dia menjadi tempat mencurahkan rahasia sang suami. Karena manusia secara tabiatnya mencari teman yang baik dan dekat untuk membuka semua rahasianya dengan berterus-terang.
Kelanggengan hubungan suami Wanita yang selalu diiringi rasa cinta, menuntut seorang Wanita untuk melakukan pekerjaan yang begitu banyak, baik yang berkaitan dengan materi maupun ma’nawi. Di antaranya yaitu:
1. Menertibkan dan mengatur rumahnya dengan suatu cara yang memuaskannya, tetapi wajib pula baginya untuk meminta pendapat/perhatian dari suaminya, dan jika suaminya menyetujui, maka itulah yang diharapkan.
2. Wajib bagi Wanita untuk berusaha sekuat tenaga untuk lebih proporsional di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan tidak mempersoalkan kekurangan-kekurangan yang ada pada suaminya. Wajib baginya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan ini dengan cara tidak memberitahukan kepada suaminya. Maka seandainya seorang suami tidak memperhatikan dalam meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan dia meletakkan pakaian-pakaian tersebut di atas kursi dan sofa, maka mau tidak mau sang Wanita dituntut untuk mengambil dan meletakkan pada tempatnya yang sekiranya tempat tersebut dapat menjaga keindahan/keserasiannya. Bila kebiasaan itu telah terjadi dan Wanita sedang dalam keadaan sakit, maka sang suami merasakan kesusahan, dia akan berusaha untuk menggantikan posisi sang Wanita dalam mengurus rumahnya, dia akan meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan mulai dari sanalah dia akan melaksanankan kebiasaan yang baik tersebut.
3. Sang Wanita wajib merasa bahwa dia adalah suaminya dengan tujuan untuk saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain, maka sang Wanita dituntut lebih mempersembahkan rasa cinta dan kasih sayang dan begitu pula sang suami harus berkorban dengan jiwa dengan penuh tanggung jawab, keperkasaan dan keberaniannya.
4. Jika keduanya sudah sampai pada perasaan yang sedemikian rupa, menyadari mereka sebagai dua jenis yang saling memahami dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya, maka mereka berdua akan hidup bahagia sepanjang hayatnya.
5. Seorang Wanita wajib setia, tidak egois seperti halnya dia seharusnya tidak menuntut macam-macam kepada suami, seperti membebani suami dari berbagai segi, baik itu berupa materi maupun ma’nawi. Sebagai contoh jika suaminya seorang pegawai dan dia tahu gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka hendaklah ia tidak meminta beberapa permintaan berat yang dapat menyusahkannya, sehingga terkadang seorang suami mengadu kepada salah seorang temannya untuk meminjam uang agar dia tidak diketahui kekurangannya oleh sang Wanita.
6. Seorang Wanita wajib menghilangkan tabir penghalang yang ada pada mereka berdua, sekiranya keduanya menjadi sebuah lembaran kertas yang putih di hadapan yang lain, mengungkapkan perasaan kepadanya dalam menghadapi semua masalah yang ada, dan sesungguhnya jiwa keterbukaan yang ada pada mereka berdua itu dapat menenangkannya dan dapat membersihkan setiap keduanya di hadapan yang lain dengan penuh kebebasan dan penuh kemerdekaan.
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ
dakwatuna.com – “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu”. (Al-Baqoroh:187)Seorang laki-laki lebih cenderung menggunakan akalnya di dalam mengatur urusan keluarga. Adapun seorang Wanita lebih cenderung menggunakan perasaannya di dalam mengatur semua permasalahannya, termasuk mengatur masalah urusan rumah tangga. Wanita yang mencintai suaminya dan yang subur keturunannya, maka itulah Wanita yang didambakan, karena rasa cinta, kasih sayang yang ada pada diri seorang Wanita dalam mengelola rumah tangga adalah salah satu bentuk rahmat yang nantinya akan dapat mengarahkan anak ke jenjang yang lebih baik. Dan adanya anak di suatu rumah itu tidak lain adalah benar-benar sebagai pengobatan hubungan yang mulia yang mengikat antara suami dan Wanita.
Sesungguhnya keberadaan seorang anak pada setiap tahapan dari beberapa tahapan yang dijalani suami Wanita adalah sebagai penguat unsur-unsur yang mengikat di antara keduanya (suami Wanita) dan sebagai pembaharu ikatan yang merajut antara mereka berdua.
Dan setiap kali bertambahnya rasa cinta dan penghormatan di antara mereka berdua, maka hubungan tersebut akan semakin bertambah (kuat) sehingga menjadi pasangan yang sejati.
Sehingga akhirnya sang Wanita menjadi pendamping setia bagi sang suami di dalam mengarungi bahtera kehidupannya yang panjang, dan dia menjadi tempat mencurahkan rahasia sang suami. Karena manusia secara tabiatnya mencari teman yang baik dan dekat untuk membuka semua rahasianya dengan berterus-terang.
Kelanggengan hubungan suami Wanita yang selalu diiringi rasa cinta, menuntut seorang Wanita untuk melakukan pekerjaan yang begitu banyak, baik yang berkaitan dengan materi maupun ma’nawi. Di antaranya yaitu:
1. Menertibkan dan mengatur rumahnya dengan suatu cara yang memuaskannya, tetapi wajib pula baginya untuk meminta pendapat/perhatian dari suaminya, dan jika suaminya menyetujui, maka itulah yang diharapkan.
2. Wajib bagi Wanita untuk berusaha sekuat tenaga untuk lebih proporsional di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan tidak mempersoalkan kekurangan-kekurangan yang ada pada suaminya. Wajib baginya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan ini dengan cara tidak memberitahukan kepada suaminya. Maka seandainya seorang suami tidak memperhatikan dalam meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan dia meletakkan pakaian-pakaian tersebut di atas kursi dan sofa, maka mau tidak mau sang Wanita dituntut untuk mengambil dan meletakkan pada tempatnya yang sekiranya tempat tersebut dapat menjaga keindahan/keserasiannya. Bila kebiasaan itu telah terjadi dan Wanita sedang dalam keadaan sakit, maka sang suami merasakan kesusahan, dia akan berusaha untuk menggantikan posisi sang Wanita dalam mengurus rumahnya, dia akan meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan mulai dari sanalah dia akan melaksanankan kebiasaan yang baik tersebut.
3. Sang Wanita wajib merasa bahwa dia adalah suaminya dengan tujuan untuk saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain, maka sang Wanita dituntut lebih mempersembahkan rasa cinta dan kasih sayang dan begitu pula sang suami harus berkorban dengan jiwa dengan penuh tanggung jawab, keperkasaan dan keberaniannya.
4. Jika keduanya sudah sampai pada perasaan yang sedemikian rupa, menyadari mereka sebagai dua jenis yang saling memahami dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya, maka mereka berdua akan hidup bahagia sepanjang hayatnya.
5. Seorang Wanita wajib setia, tidak egois seperti halnya dia seharusnya tidak menuntut macam-macam kepada suami, seperti membebani suami dari berbagai segi, baik itu berupa materi maupun ma’nawi. Sebagai contoh jika suaminya seorang pegawai dan dia tahu gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka hendaklah ia tidak meminta beberapa permintaan berat yang dapat menyusahkannya, sehingga terkadang seorang suami mengadu kepada salah seorang temannya untuk meminjam uang agar dia tidak diketahui kekurangannya oleh sang Wanita.
6. Seorang Wanita wajib menghilangkan tabir penghalang yang ada pada mereka berdua, sekiranya keduanya menjadi sebuah lembaran kertas yang putih di hadapan yang lain, mengungkapkan perasaan kepadanya dalam menghadapi semua masalah yang ada, dan sesungguhnya jiwa keterbukaan yang ada pada mereka berdua itu dapat menenangkannya dan dapat membersihkan setiap keduanya di hadapan yang lain dengan penuh kebebasan dan penuh kemerdekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar